Senin, 27 Mei 2013

Satu Judul Beda Sifat

Pengertian Asuransi
(sifat deskriptif)
 
Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian risiko, dengan cara mengalihkan/mentransfer risiko tersebut dari pihak pertama ke pihak lain, dalam hal ini adalah kepada perusahaan asuransi. Pelimpahan tersebut didasari dengan aturan-aturan hukum dan prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, yang dianut oleh pihak pertama maupun pihak lain.
Menurut KUHD pasal 246 disebutkan bahwa:
“asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu”.
 
 
 
Tips Memilih Asuransi Jiwa
(sifat narrative)

1. Begitu banyak jenis asuransi yang ditawarkan agen asuransi. Tapi perlu diingat, tidak semua produk asuransi perlu Anda miliki. Setiap orang punya kondisi keuangan yang berbeda sehingga kebutuhan akan produk asuransi pun belum tentu sama. Jadi, jangan asal beli. Kenali produknya terlebih dulu.

2. Bukan hanya memilih jenis asuransi saja yang perlu diperhatikan, namun juga memilih polis dari setiap produk asuransi. Bacalah klausul polis dengan seksama supaya benar-benar memahami biaya dan perlindungan yang akan diperoleh. Seringkali terjadi kesalahan, perlindungan dari polis yang dipilih ternyata kurang memenuhi kebutuhan, atau sebaliknya, melebihi kebutuhan sehingga sia-sia.

3. Untuk jenis asuransi yang sama sekalipun, nilai premi yang ditawarkan antara suatu perusahaan asuransi dengan lainnya berbeda-beda, atau dikenal dengan istilah company policy. Pilihlah yang menawarkan nilai pertanggungan dan pelayanan yang setara namun nilai preminya cukup bersaing.

4. Perhatikan penyebab utama terjadinya risiko. Perusahaan asuransi hanya akan mengganti klaim atas kerugian yang disebabkan oleh faktor yang telah menjadi kesepakatan. Misalnya, tidak semua jenis pengobatan penyakit ditanggung asuransi kesehatan karena ada beberapa pengecualian.

5. Amati rekam jejak perusahaan asuransinya, apakah telah terdaftar di Kementerian Keuangan atau tidak (cek di www.bapepam.go.id). Itulah strategi untuk mendeteksi kualitas perusahaannya apakah cukup sehat sehingga mampu melayani klaim nasabah. Banyak kasus nasabah merasa kecewa karena sulit mendapatkan klaim yang menjadi haknya. Hati-hati, pelayanan tidak memadai seperti agen asuransi yang tidak mengerti atau tidak bisa menjelaskan produk yang ditawarkan seringkali terjadi,yang berakibat merugikan nasabah.

Selasa, 15 Januari 2013

Karakteristik dari konsumen indonesia dan faktor yang mempengaruhi konsumen Indonesia


Untuk memenangkan pasar, baik manufakturer mau retailer harus berorientasi pada konsumen. Kepuasan konsumen Itu kuncinya. Memenangkan pasar itu berbicara tentang target jangka panjang. Jika konsumen puas maka akan menimbulkan repeat order dan efek word of mouth pasti akan terjadi.

Karakteristik konsumen Indonesia

Menurut Handi Irawan *perilaku konsumen Indonesia dikategorikan menjadi sepuluh, yaitu:

1.Berpikir jangka pendek (short term perspective), ternyata sebagian besar konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit untuk diajak berpikir jangka panjang, salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba instant.


2.Tidak terencana (dominated by unplanned behavior). Hal ini tercermin pada kebiasaan impulse buying, yaitu membeli produk yang kelihatannya menarik (tanpa perencanaan sebelumnya).


3 Suka berkumpul. Masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi). Salah satu indikator terkini adalah situs social networking seperti Facebook dan Twitter sangat diminati dan digunakan secara luas di Indonesia.


4.Gagap teknologi (not adaptive to high technology). Sebagian besar konsumen Indonesia tidak begitu menguasai 

teknologi tinggi. Hanya sebatas pengguna biasa dan hanya menggunakan fitur yang umum digunakan kebanyakan
pengguna lain.


5. Berorientasi pada konteks (context, not content oriented). Konsumen kita cenderung menilai dan memilih sesuatu 

dari tampilan luarnya. Dengan begitu,konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang hal itu 
sendiri.


6.Suka buatan Luar Negeri (receptive to COO effect). Sebagian konsumen Indonesia juga lebih menyukai produk luar

negeri daripada produk dalam negeri, karna bias dibilang kualitasnya juga lebih bagus dibanding produk di indonesia


7. Beragama(religious). Konsumen Indonesia sangat peduli terhadap isu agama. Inilah salah satu karakter khas konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran agamanya. Konsumen akan lebih percaya jika perkataan itu dikemukakan oleh seorang tokoh agama, ulama atau pendeta. Konsumen juga suka dengan produk yang mengusung 

simbol-simbol agama.


8. Gengsi (putting prestige as important motive). Konsumen Indonesia amat getol dengan gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun tetap laris

terjual di negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun. Menurut Handi Irawan D, ada tiga budaya yang menyebabkan
gengsi. Konsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk pamer. Budaya feodal yang masih
melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi “pemberontakan” untuk cepat naik kelas. 
Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengn materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling pamer.


9. Budaya lokal (strong in subculture). Sekalipun konsumen Indonesia gengsi dan menyukai produk luar negeri, namun 

unsur fanatisme kedaerahan-nya ternyata cukup tinggi. Ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku yang lain.


10. Kurang peduli lingkungan (low consciousness towards environment). Salah satu karakter konsumen Indonesia yang unik adalah kekurang pedulian mereka terhadap isu lingkungan. Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen terhadap lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka yang *tinggal di perkotaan begitu pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan. Lagi pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga premium sehingga akan lebih mudah memasarkan produk dengan tema ramah lingkungan terhadap mereka.


Dalam buku Marketing Management: Twelfth Edition oleh Philip Kolter dan Kevin Lane Keller pada tahun 2006, perilaku pembelian konsumen sebenarnya di pengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh dan paling luas dan paling dalam adalah faktor budaya.

Faktor budaya

Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku pembentuk paling dasar. Anak-anak yang sedang tumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya.

Selain faktor budaya, perilaku konsumen di pengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, peran, dan status sosial. Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut.
Keputusan membeli juga di pengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, juga nilai dan gaya hidup pembeli.
Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah adanya rangsangan pemasaran luar seperti ekonomi, teknologi, politik, budaya. Satu perangkat psikologi berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan pembelian. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran konsumen antara datangnya rangsangan pemasaran luar dengan keputusan pembelian akhir. Empat proses psikologis (motivasi, persepsi, ingatan dan pembelajaran) secara fundamental, mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap rangsangan pemasaran.
Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, suku, agama, ras, kelompok bagi para anggotanya. Ketika sub-budaya menjadi besar dan cukup makmur, perusahaan akan sering merancang program pemasaran yang cermat disana.
Faktor sosial
Keluarga meruapkan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh.
Peran dan status sosial seseorang menunjukkan kedudukan orang itu setiap kelompok sosial yang ia tempati. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status.
Contoh, seorang yang memiliki peran sebagai manajer dan status yang lebih tinggi dari pegawai kantor, dimana ia juga memiliki banyak keluarga dan anak, tentu ia akan tertarik dengan produk mobil dari Toyota, karena ada kesesuaian antara kebutuhan dan keunggulan Toyota sebagai mobil keluarga ideal terbaik Indonesia, ia bahkan juga bisa membeli pakaian mahal dan juga keluarganya, membeli rumah besar untuk keluarganya dan lain-lain.

source :http://www.psikologizone.com/faktor-yang-mempengaruhi-perilaku-konsumen/06511904
http://forum.kompas.com/urban-life/34622-10-perilaku-konsumen-indonesia.html

Rabu, 21 November 2012

PENGERTIAN & CONTOH DARI KONSUMEN INNOVATIVENESS, CONSUMER COMPULISIVE CONSUMPTION, DAN CONSUMER ETHNORCENTRISM

CONSUMER INNOVATIVENESS
Jadi konsumen inovativ adalah konsumen yang mampu memilih barang sesuai dengan kebutuhannya dan selalu ingin berbeda dengan yg sudah dia beli sebelumnya.
Kata inovasi dapat diartikan sebagai “proses” dan atau “hasil” pengembangan dan/atau pemanfaatan / mobilisasi pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk (barang dan/atau jasa), proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan (terutama ekonomi dan sosial).
Inovasi sebagai suatu “obyek” juga memiliki arti sebagai suatu produk atau praktik baru yang tersedia bagi aplikasi, umumnya dalam suatu konteks komersial. Biasanya, beragam tingkat kebaruannya dapat dibedakan, bergantung pada konteksnya: suatu inovasi dapat bersifat baru bagi suatu perusahaan (atau “agen/aktor”), baru bagi pasar, atau negara atau daerah, atau baru secara global. Sementara itu, inovasi sebagai suatu “aktivitas” merupakan proses penciptaan inovasi, seringkali diidentifkasi dengan komersialisasi suatu invensi.

Contoh Kasus Consumer Innovativeness
Pedal Sepeda Yang Memahami Anda
Bersepeda merupakan satu hal yang cukup mengasyikkan bila dilakukan dengan santai dan sebagai bentuk pemenuhan olahraga sekaligus bermanfaat untuk hiburan. Tetapi kondisinya menjadi berbeda ketika kita sudah berkaitan dengan waktu atau dengan kata lain sepeda tersebut kita andalkan untuk melakukan suatu aktifitas yang mendesak. Sehingga perlu kecepatan dan kemahiran agar dapat mengejar waktu dan sampai tujuan dengan selamat.
Pernahkah terjadi pada diri anda ketika sedang mengayuh sepeda tiba-tiba kaki anda terlepas atau meleset dari pedalnya? Tentu sangat menyebalkan belum lagi bila akibat hal tersebut kaki anda menjadi terluka. Bila anda ingin merasakan hal nyaman saat berkendara dengan sepeda dan terhindar dari hal tersebut, sebuah pedal yang sangat memahami anda sepertinya layak untuk menjadi inovasi baru.
Pedal ini memiliki fungsi yang sangat baik sebagai pijakan kaki agar tetap pada posisi yang sebenarnya, bahkan dengan desain yang sempurna mampu dapat mengikat sepatu anda bagai magnet. Jika sudah demikian anda tidak perlu khawatir lagi saat bersepeda, baik saat harus mengayuh dengan cepat terlebih ketika bersepeda santai. Mungkin ini juga dapat dihadiahkan untuk buah hati, sebagai salah satu bentuk kasih sayang anda.
Consumer Compulsive Consumption
Ketika kita menggunakan istilah "konsumsi kompulsif," kita berbicara tentang jenis perilaku konsumen yang tidak pantas, biasanya berlebihan, dan jelas mengganggu kehidupan individu yang muncul impulsif didorong untuk mengkonsumsi. Orang yang membeli sweater identik beberapa warna berbeda karena ia hanya "harus" atau karena. "Saya merasa baik di dalamnya," meskipun ia tahu ia tidak mampu membayar untuk itu, adalah contoh klasik. Meskipun konsekuensi mungkin memiliki efek yang parah pada kehidupan sehari-hari, konsumen kompulsif membeli pula. Akibatnya, aktivitas normal seperti membuka surat atau menjawab telepon mengambil makna baru. Bagi pembeli kompulsif banyak ada ketakutan konstan dihadapkan oleh tagihan lain yang besar, atau kreditur marah. Banyak mencoba untuk menyembunyikan kedua tagihan dan barang yang dibeli karena takut ditemukan. Dalam beberapa kasus, orang bahkan terlibat dalam kegiatan kriminal dalam rangka untuk membayar tagihan mereka dan mempertahankan garis mereka kredit.
Perilaku dari konsumen kompulsif tampaknya cukup mirip dengan manifestasi umum dari perilaku adiktif. Namun, definisi istilah "kecanduan," adalah titik diperdebatkan di kalangan dokter. Bagi beberapa orang, kecanduan mungkin hanya mengacu pada substansi, dan membutuhkan kehadiran habituasi fisiologis dan sindrom pantang. Karena kontroversi ini, kami telah memilih untuk menggunakan konsumsi jangka kompulsif daripada adiktif.
Contoh : seorang anak belasan tahun dapat memandang dirinya sebagai ”lebih didambakan, lebih modern, dan lebih sukses” karena ia memiliki ”sepasang sepatu karet model tahun terakhir” yang diburu banyak emosi manusia dapat dihubungkan dengan kepemilikan yang berharga sehingga kepimilikan tersebut dapat dianggap sebagai perluasan diri.

Perilaku Konsumsi yang Kompulsif Konsumsi yang kompulsif termasuk perilaku yang abnormal yang merupakan contoh ”sisi gelap konsumsi”. Para konsumen yang kompulsif cenderung kecanduan; dalam beberapa hal mereka tidak dapat mengendalikan diri, dan tindakan mereka dapat berakibat merusak diri sendiri dan orang-orang di sekeliling mereka. 

Contoh Kasus Consumer Compulsive Consumption
Contohnya, Coca Cola dihubungkan dengan merah yang mengandung arti kegembiraan. Kuning dihubungkan dengan sesuatu yang baru, dan hitam sering mengandung arti kecanggihan. Kombinasi hitam dan putih menunjukkan bahwa produk dibuatdengan teliti, berteknologi tinggi, dan desainnya canggih. Nike menggunakan warna hitam, putih, dan sedikit merah untuk berbagai model sepatu olahraganya yangterpilih yang secara tidak langsung menyatakan ”sepatu olahraga berkinerja tinggi”. Untuk mengungkapkan pandangan tersebut, para peneliti menggunakan berbagai macam teknik pengukuran kualitatif,seperti observasi, kelompok fokus, wawancara yang mendalam, dan teknik proyektif


CONSUMER ETHNOCENTRISM
Konsumen dengan etnosentrisme tinggi akan cenderung memiliki perasaan bersalah apabila mengonsumsi produk dari luar negeri karena berakibat buruk pada perekonomian bangsanya sendiri. Adapun konsumen dengan etnosentrisme rendah tidak merasakan hal tersebut. Implikasinya bagi pemasar adalah penggunaan penekanan pada aspek kebangsaan dalam penggunaan produk dalam negeri bagi konsumen dengan tingkat etnosentrisme tinggi.
Etnosentrisme konsumen berasal dari konsep psikologis yang lebih umum dari etnosentrisme. Pada dasarnya, orang etnosentris cenderung memandang kelompok mereka sebagai superior dari orang lain. Dengan demikian, mereka memandang kelompok lain dari perspektif mereka sendiri, dan menolak orang-orang yang berbeda dan menerima orang-orang yang mirip (Netemeyer et al, 1991;. Shimp & Sharma, 1987). Hal ini, pada gilirannya, berasal dari teori-teori sosiologi sebelumnya di-kelompok dan keluar-kelompok (Shimp & Sharma, 1987). Etnosentrisme, maka secara konsisten ditemukan, adalah normal untuk kelompok-ke-keluar kelompok (Jones, 1997, Ryan & Bogart, 1997).
Etnosentrisme konsumen khusus mengacu pada pandangan etnosentris yang diselenggarakan oleh konsumen di satu negara, dalam kelompok, terhadap produk dari negara lain, keluar-kelompok (Shimp & Sharma, 1987). Konsumen mungkin percaya bahwa itu tidak tepat, dan bahkan mungkin tidak bermoral, untuk membeli produk-produk dari negara lain.
Pembelian produk asing dapat dipandang sebagai tidak layak karena biaya pekerjaan domestik dan melukai ekonomi. Pembelian produk asing bahkan dapat dilihat sebagai hanya patriotik (Klein, 2002; Netemeyer et al, 1991;. Sharma, Shimp, & Shin, 1995; Shimp & Sharma, 1987).

Contoh Kasus Consumer Ethnocentrism
Mudahnya ketika saya dan Metta sedang makan siang dengan kecap, di mana orang-orang Indonesia suka kecap, beberapa teman Taiwan memperhatikan kami, dan beberapa berkata,  aneh. Saya diam, dan kesimpulan yang saya ambil hanya satu, "orang2 Taiwan tidak makan dengan kecap, atau kecap tidak biasa dimakan dengan nasi." saya tidak sampai hati bilang orang Taiwan aneh karena kami makan dengan kecap, karena toh apa bedanya saya dengan mereka pada akhirnya?
Sama dengan kebiasaan mandi pagi hari yang jarang dilakukan orang Taiwan. Awalnya saya kaget, tapi dengan itu saya belajar kedepannya, hanya karena saya mandi setiap pagi bukan berarti tidak mandi itu aneh. Karena seandainya saya bilang hal itu aneh, apalagi namanya kalau bukan meninggikan diri sendiri dan menganggap semua yang tidak sama adalah lebih rendah?

Sumber :

PENGERTIAN & CONTOH DARI KONSUMEN INOVATIF,COMPULISIVE CONSUMPTION CONSUMER,CONSUMER ETHNORCENTRISEM

CONSUMER INNOVATIVENESS

Jadi konsumen inovativ adalah konsumen yang mampu memilih barang sesuai dengan kebutuhannya dan selalu ingin berbeda dengan yg sudah dia beli sebelumnya.
Kata inovasi dapat diartikan sebagai “proses” dan atau “hasil” pengembangan dan/atau pemanfaatan / mobilisasi pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk (barang dan/atau jasa), proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan (terutama ekonomi dan sosial).
Inovasi sebagai suatu “obyek” juga memiliki arti sebagai suatu produk atau praktik baru yang tersedia bagi aplikasi, umumnya dalam suatu konteks komersial. Biasanya, beragam tingkat kebaruannya dapat dibedakan, bergantung pada konteksnya: suatu inovasi dapat bersifat baru bagi suatu perusahaan (atau “agen/aktor”), baru bagi pasar, atau negara atau daerah, atau baru secara global. Sementara itu, inovasi sebagai suatu “aktivitas” merupakan proses penciptaan inovasi, seringkali diidentifkasi dengan komersialisasi suatu invensi.

Contoh Kasus Consumer Innovativeness
Pedal Sepeda Yang Memahami Anda
Bersepeda merupakan satu hal yang cukup mengasyikkan bila dilakukan dengan santai dan sebagai bentuk pemenuhan olahraga sekaligus bermanfaat untuk hiburan. Tetapi kondisinya menjadi berbeda ketika kita sudah berkaitan dengan waktu atau dengan kata lain sepeda tersebut kita andalkan untuk melakukan suatu aktifitas yang mendesak. Sehingga perlu kecepatan dan kemahiran agar dapat mengejar waktu dan sampai tujuan dengan selamat.
Pernahkah terjadi pada diri anda ketika sedang mengayuh sepeda tiba-tiba kaki anda terlepas atau meleset dari pedalnya? Tentu sangat menyebalkan belum lagi bila akibat hal tersebut kaki anda menjadi terluka. Bila anda ingin merasakan hal nyaman saat berkendara dengan sepeda dan terhindar dari hal tersebut, sebuah pedal yang sangat memahami anda sepertinya layak untuk menjadi inovasi baru.
Pedal ini memiliki fungsi yang sangat baik sebagai pijakan kaki agar tetap pada posisi yang sebenarnya, bahkan dengan desain yang sempurna mampu dapat mengikat sepatu anda bagai magnet. Jika sudah demikian anda tidak perlu khawatir lagi saat bersepeda, baik saat harus mengayuh dengan cepat terlebih ketika bersepeda santai. Mungkin ini juga dapat dihadiahkan untuk buah hati, sebagai salah satu bentuk kasih sayang anda.
Consumer Compulsive Consumption
Ketika kita menggunakan istilah "konsumsi kompulsif," kita berbicara tentang jenis perilaku konsumen yang tidak pantas, biasanya berlebihan, dan jelas mengganggu kehidupan individu yang muncul impulsif didorong untuk mengkonsumsi. Orang yang membeli sweater identik beberapa warna berbeda karena ia hanya "harus" atau karena. "Saya merasa baik di dalamnya," meskipun ia tahu ia tidak mampu membayar untuk itu, adalah contoh klasik. Meskipun konsekuensi mungkin memiliki efek yang parah pada kehidupan sehari-hari, konsumen kompulsif membeli pula. Akibatnya, aktivitas normal seperti membuka surat atau menjawab telepon mengambil makna baru. Bagi pembeli kompulsif banyak ada ketakutan konstan dihadapkan oleh tagihan lain yang besar, atau kreditur marah. Banyak mencoba untuk menyembunyikan kedua tagihan dan barang yang dibeli karena takut ditemukan. Dalam beberapa kasus, orang bahkan terlibat dalam kegiatan kriminal dalam rangka untuk membayar tagihan mereka dan mempertahankan garis mereka kredit.
Perilaku dari konsumen kompulsif tampaknya cukup mirip dengan manifestasi umum dari perilaku adiktif. Namun, definisi istilah "kecanduan," adalah titik diperdebatkan di kalangan dokter. Bagi beberapa orang, kecanduan mungkin hanya mengacu pada substansi, dan membutuhkan kehadiran habituasi fisiologis dan sindrom pantang. Karena kontroversi ini, kami telah memilih untuk menggunakan konsumsi jangka kompulsif daripada adiktif.
Contoh : seorang anak belasan tahun dapat memandang dirinya sebagai ”lebih didambakan, lebih modern, dan lebih sukses” karena ia memiliki ”sepasang sepatu karet model tahun terakhir” yang diburu banyak emosi manusia dapat dihubungkan dengan kepemilikan yang berharga sehingga kepimilikan tersebut dapat dianggap sebagai perluasan diri.

Perilaku Konsumsi yang Kompulsif Konsumsi yang kompulsif termasuk perilaku yang abnormal yang merupakan contoh ”sisi gelap konsumsi”. Para konsumen yang kompulsif cenderung kecanduan; dalam beberapa hal mereka tidak dapat mengendalikan diri, dan tindakan mereka dapat berakibat merusak diri sendiri dan orang-orang di sekeliling mereka. 

Contoh Kasus Consumer Compulsive Consumption
Contohnya, Coca Cola dihubungkan dengan merah yang mengandung arti kegembiraan. Kuning dihubungkan dengan sesuatu yang baru, dan hitam sering mengandung arti kecanggihan. Kombinasi hitam dan putih menunjukkan bahwa produk dibuatdengan teliti, berteknologi tinggi, dan desainnya canggih. Nike menggunakan warna hitam, putih, dan sedikit merah untuk berbagai model sepatu olahraganya yangterpilih yang secara tidak langsung menyatakan ”sepatu olahraga berkinerja tinggi”. Untuk mengungkapkan pandangan tersebut, para peneliti menggunakan berbagai macam teknik pengukuran kualitatif,seperti observasi, kelompok fokus, wawancara yang mendalam, dan teknik proyektif


CONSUMER ETHNOCENTRISM
Konsumen dengan etnosentrisme tinggi akan cenderung memiliki perasaan bersalah apabila mengonsumsi produk dari luar negeri karena berakibat buruk pada perekonomian bangsanya sendiri. Adapun konsumen dengan etnosentrisme rendah tidak merasakan hal tersebut. Implikasinya bagi pemasar adalah penggunaan penekanan pada aspek kebangsaan dalam penggunaan produk dalam negeri bagi konsumen dengan tingkat etnosentrisme tinggi.
Etnosentrisme konsumen berasal dari konsep psikologis yang lebih umum dari etnosentrisme. Pada dasarnya, orang etnosentris cenderung memandang kelompok mereka sebagai superior dari orang lain. Dengan demikian, mereka memandang kelompok lain dari perspektif mereka sendiri, dan menolak orang-orang yang berbeda dan menerima orang-orang yang mirip (Netemeyer et al, 1991;. Shimp & Sharma, 1987). Hal ini, pada gilirannya, berasal dari teori-teori sosiologi sebelumnya di-kelompok dan keluar-kelompok (Shimp & Sharma, 1987). Etnosentrisme, maka secara konsisten ditemukan, adalah normal untuk kelompok-ke-keluar kelompok (Jones, 1997, Ryan & Bogart, 1997).
Etnosentrisme konsumen khusus mengacu pada pandangan etnosentris yang diselenggarakan oleh konsumen di satu negara, dalam kelompok, terhadap produk dari negara lain, keluar-kelompok (Shimp & Sharma, 1987). Konsumen mungkin percaya bahwa itu tidak tepat, dan bahkan mungkin tidak bermoral, untuk membeli produk-produk dari negara lain.
Pembelian produk asing dapat dipandang sebagai tidak layak karena biaya pekerjaan domestik dan melukai ekonomi. Pembelian produk asing bahkan dapat dilihat sebagai hanya patriotik (Klein, 2002; Netemeyer et al, 1991;. Sharma, Shimp, & Shin, 1995; Shimp & Sharma, 1987).

Contoh Kasus Consumer Ethnocentrism
Mudahnya ketika saya dan Metta sedang makan siang dengan kecap, di mana orang-orang Indonesia suka kecap, beberapa teman Taiwan memperhatikan kami, dan beberapa berkata,  aneh. Saya diam, dan kesimpulan yang saya ambil hanya satu, "orang2 Taiwan tidak makan dengan kecap, atau kecap tidak biasa dimakan dengan nasi." saya tidak sampai hati bilang orang Taiwan aneh karena kami makan dengan kecap, karena toh apa bedanya saya dengan mereka pada akhirnya?
Sama dengan kebiasaan mandi pagi hari yang jarang dilakukan orang Taiwan. Awalnya saya kaget, tapi dengan itu saya belajar kedepannya, hanya karena saya mandi setiap pagi bukan berarti tidak mandi itu aneh. Karena seandainya saya bilang hal itu aneh, apalagi namanya kalau bukan meninggikan diri sendiri dan menganggap semua yang tidak sama adalah lebih rendah?

Sumber :

Kamis, 08 November 2012

soal MO


1.      PT.TEGUH melakukan sebuah proyek dan diperoleh data – data sbb:
Kegiatan
Kegiatan sebelumnya
Waktu
A
-
1
B
A
2
C
A
4
D
B
5
E
B
7
F
C
8
G
D & E
3
H
D & E & F
10
I
H
3
J
G
9
K
J
1

            Ditanya : a) buatlah gambar jaringannya
    b) tentukanlah jalur kritisnya &cari ES,EF,LS,LF
    c) analisis
1.      Pengusaha ingin membuat restaurant, di peroleh data sbb :
Kegiatan
Kegiatan sebelumnya
Waktu normal
Waktu crash
Biaya normal
Biaya crash
A
-
5
5
600
600
B
A
6
4
200
600
C
A
9
5
300
700
D
A
7
5
800
1600
E
B & C & D
8
8
800
800
F
E
8
6
700
1500
G
E
15
12
900
1500
H
F
3
3
500
500
I
G
6
5
300
400
J
H & I
7
7
500
500
a)      Buatlah gambar jaringannya
b)      Jika pengusaha ingin mempercepat pembangunan restaurannya selama 5 bulan, maka berapakah biaya tambahan yang diperlukan?
c)      Buatlah analisisnya!